Selasa, 18 Juni 2019

Bisnis plan kewirausahaan 4

Strategi Bersaing Perusahaan saya adalah Bisnis jasa cuci sepatu ini adalah yang terkait dengan pemberian pelayanan terbaik kepada customer dengan hasil yang sangat memuaskan.
1.      Kita bisa ambil sepatu di rumah customer dan bisa cod jika ada yang mau cuci sepatu/ pengerjaan nya di rumah saya sendiri
2.      Mengadakan promosi di hari besar
3.      Mengadakan pameran di setiap mall yang ada


      Analisa jabatan : Perusahaan & Usaha saya sendiri membutuhkan karyawan minimal 2 orang saja sudah cukup . Tidak juga memerlukan lulusan smp atau smk/sma, dan disini usaha saya tidak juga memerlukan sebuah jabatan karena di usaha saya hanya memerlukan kejujuran dan niat untuk bekerja. Saya juga ikut bekerja atau mengawasi, mengarahkan juga dll
Nama karyawan :
1.      Sarizawa
2.      Genji.San
Di setiap Karyawan saya ini akan saya bagih tugas masing-masing yaitu :
Sarizawa : Jobdis nya memasarkan jasa cuci sepatu di media sosial dan              mempromosikan di mall , jalan raya , membuat situs/web site/blog jasa cuci sepatu
Genji.San : Jobdis nya mengambil pesanan sepatu di rumah customer & cod di tempat
Dan untuk bertugas mencuci sepatu mereka berdua saling bergantian satu sama lain, dan saya juga turun tangan untuk membantu juga jika pesana banyak.  Untuk sepatu yang sudah selesai cutamer bisa ambil sepatunya di tokoh atau bisa kami antarkan dirumahnya , cod di tempat

Sabtu, 04 Mei 2019

Bisnis plan kewirausahaan 3

Kondisi Awal Usaha :
maka tahap berikutnya adalah persiapan tempat usaha, peralatan, dan perlengkapan usaha. Untuk tempat usaha, saya bisa menggunakan bagian dari rumah saya. cukup untuk tempat mesin cuci, tempat penjemuran/pengeringan, tempat rak/lemari sepatu, dan tempat perlengkapan usaha seperti detergen dan parfume laundry.
Membeli mesin cuci yang diperlukan untuk mencuci sepatu adalah mesin cuci khusus (shoes laundry machine) yang berbeda dengan mesin cuci baju. Perlengkapan lainnya yang harus disiapkan dalam usaha jasa cuci sepatu adalah bahan detergen dan pewangi. Dalam mencuci sepatu, ada tiga macam cara pengerjaan laundry, yakni proses Wet Clean, Dry Clean; dan Wet & Dry. Dalam proses Wet Clean (pencucian basah) dibutuhkan beberapa bahan kimia, antara lain: Anti Bacterial Ls, Surfaktan E Ls, Cleaner O Ls, Neutralizer S Ls, Solvent Perfume, dan Water (Kimia Utama). Sementara itu, pada proses Dry Clean (pembersihan kering) bahan-bahan kimia yang diperlukan antara lain: Shoes Cleaner (Kimia Utama), Anti Bacterial Ls, Neutralizer S Ls, dn Solvent Perfume. Sedangkan proses Wet & Dry membutuhkan peralatan berupa sikat halus, sikat kasar, kuas, kain microfiber, penghapus karet, suede spon, dan botol semprot.

.   Contoh Pesaing Shoes and Care Surabaya :
Jasa cuci spatu ini sangat lah rame karena pada hari tertentu slalu mengadakan promisi cuci sepatu hingga 20%, dan pelayanan sangat baik & pengerjaannya tepat waktu. Tempat nya di pusat kota surabaya tersebut.
  1. Mengadakan Promosi
  2.  Pelayanan sangat memuaskan
  3. Tepat waktu dalam pengerjaan nya
  4. Hasil sangat memuaskan
  5. Tempat yang terjangkau di pusat kota


2.       Freeze Cleaning :
Jasa sepatu yang mencuci berbagia barang yang selalu di terima seperti helm , tas , sepatu , maka dari itu banyak peminat customer , tempat nya di daerah carmen/ jojoran
1.      Harga yang murah
2.      Pelayanan yang baik
3.      Tepat waktu dalam pengerjaannya
4.      Hasil yang sangat memuaskan 

Jumat, 26 April 2019

Bisnis plan kewirausahaan

Bidang Usaha Produk :
Peluang usaha laundry merupakan bisnis rumahan yang cukup menjanjikan keuntungan. Hal ini tidak terlepas dari semakin sibuknya masyarakat sehingga membutuhkan jasa pencucian pakaian, termasuk jasa cuci sepatu. Jika bisnis jasa cuci pakaian (laundry) telah cukup banyak ada di sekitar tempat tinggal anda, maka tiada salahnya untuk mengkhususkan diri dengan membuka usaha jasa cuci pada produk fashion yang lebih spesifik, misalnya usaha jasa cuci atau laundry sepatu.
Untuk membuka jasa pencucian sepatu atau kasut atau produk sandal tertentu, memang tak jauh beda dengan jasa laundry pakaian. Beberapa hal yang berbeda adalah jenis mesin cuci yang dipakai serta juga ditergennya.


Target Sasaran :
analisa prospek bisnis biasanya dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari pengumpulan data, survey lapangan, dan pengumpulan data dengan metode lainnya. Namun sebagai wirausahawan pemula dengan kemampuan modal terbatas, cara yang termudah dilakuan adalah dengan pengamatan dan observasi langsung di sekitaran tempat tinggal anda. Pelanggan laundry sepatu biasanya para siswa, mahasiswa, pekerja kantoran, dan profesi lain yang intens menggunakan sepatu. Jika jumlah mereka cukup banyak di wilayah anda, maka anda bisa menarik simpulan bahwa bisnis jasa cuci sepatu cukup potensial.

Struktur organisasi

Sabtu, 13 April 2019

Bisnis plan

awal pertama pada saat pembuatan usaha cuci sepatu langkah pertama yaitu pembuatan logo diatas. Lalu memiliki visi dan misi sebagai berikut:
VISI :
  •  Menjadikan SHOE-SOLUTION sebagai bisnis cuci sepatu yang paling diminati oleh semua kalangan.


MISI :
  • ·         Pelayanan yang penuh perhatian
  • ·         Hasil proses mencuci sepatu yang bersih dan nampak seperti baru
  • ·         Ketepatan waktu dalam penyelesaian mencuci
  • ·         Tulus,ramah dan orientasi kepada pelanggan
  • ·         Tidak merusak bahan sepatu
  • ·         Manajemen yang solid

Minggu, 21 Oktober 2018

Etika profesi

PENGERTIAN ETIKA
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta ethaEthos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Menurut Brooks (2007), etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif tentang apakah perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan etika muncul dari keinginan untuk menghindari permasalahan – permasalahan di dunia nyata.
Kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
  1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
  2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
  3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.

PENGERTIAN PROFESI
Profesi sendiri berasal dari bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.
PENGERTIAN ETIKA PROFESI
Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi.
Etika profesi adalah cabang filsafat yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip moral dasar atau norma-norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi) kehidupan manusia.
Etika Profesi adalah konsep etika yang ditetapkan atau disepakati pada tatanan profesi atau lingkup kerja tertentu, contoh : pers dan jurnalistik, engineering (rekayasa), science, medis/dokter, dan sebagainya.
Etika profesi Berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sehingga sangatlah perlu untuk menjaga profesi dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek).
Etika profesi adalah sebagai sikap hidup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dari klien dengan keterlibatan dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama, (Anang Usman, SH., MSi.)
Prinsip dasar di dalam etika profesi :
1. Tanggung jawab
 – Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
– Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
2. Keadilan.
3. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
4. Prinsip Kompetensi,melaksanakan pekerjaan sesuai jasa profesionalnya, kompetensi dan ketekunan
5. Prinsip Prilaku Profesional, berprilaku konsisten dengan reputasi profesi
6. Prinsip Kerahasiaan, menghormati kerahasiaan informasi

Sumber :
Brooks, Leonard J. 2007. Etika Bisnis & Profesi, Edisi 5. Penerbit Salemba Empat

Jumat, 13 Juli 2018

ILMU TEKNOLOGI DAN PENGETAHUAN LINGKUNGAN

ILMU TEKNOLOGI DAN PENGETAHUAN LINGKUNGAN  

1.        Keberlanjutan Pembangunan
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa harus mengurangi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dari generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan harus memerhatikan pemanfaatan lingkungan hidup dan kelestarian lingkungannya agar kualitas lingkungan tetap terjaga. Kelestarian lingkungan yang tidak dijaga, akan menyebabkan daya dukung lingkungan berkurang, atau bahkan akan hilang. 
Pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan yaitu: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Tiga lingkup kebijakan tersebut merupakan pilar utama dalam pembangunan berkelanjutan.
Undang-undang No.4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan hidup menyatakan bahwa: Pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan terencana dalam menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana bagi berbagai kegiatan manusia secara berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidupnya.
2.        Mutu Lingkungan Hidup dengan Resiko
Menurut Supriono (2002: 377) mutu adalah tingkat baik buruknya sesuatu. Mutu dapat pula didefinisikan sebagai tingkat keunggulan. Jadi mutu adalah ukuran relative kebaikan. Lingkungan hidup adalah semua benda dan daya serta kondisi, termasuk didalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, terdapat ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidupnya serta kesejahteraan manusia (Danusaputro, 1985).
Mutu lingkungan hidup merupakan dasar dan pedoman untuk mencapai tujuan pengelolaan lingkungan. Secara sederhana kualitas lingkungan hidup diartikan sebagai keadaan lingkungan yang dapat memberikan daya dukung yang optimal bagi kelangsungan hidup manusia di suatu wilayah. Kualitas lingkungan itu dicirikan antara lain dari suasana yang membuat orang betah/kerasan tinggal ditempatnya sendiri. Berbagai keperluan hidup terpenuhi dari kebutuhan dasar/fisik seperti makan minum, perumahan sampai kebutuhan rohani/spiritual seperti pendidikan, rasa aman, ibadah dan sebagainya.
Kualitas lingkungan hidup dibedakan berdasarkan biofisik, social ekonomi, dan budaya yaitu: lingkungan biofisik sebagai lingkungan yang terdiri dari komponen biotik dan abiotic yang berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Lingkungan social ekonomi sebagai lingkungan manusia dalam hubungan dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Lingkungan budaya sebagai segala konisi baik berupa materi maupun nonmateri yang dihasilkan oleh manusia melalui aktifitas dan kreatifitasnya. Lingkungan budaya dapat berupa bangunan, peralatan, pakaian, maupun senjata.
Kerusakan lingkungan yang banyak dilakukan oleh masyarakat juga akhirnya yang mempengaruhi kualitas lingkungan hidup itu sendiri. Contohnya, buang sampah sembarangan, penggunaan pestisida yang berlebihan.
3.        Kesadaran Lingkungan
Neolaka (1991), menyatakan bahwa kesadaran lingkungan adalah keadaan tergugahnya jiwa terhadap sesuatu, dalam hal ini lingkungan hidup, dan dapat terlihat pada prilaku dan tindakan masing-masing individu.  Hussel yang dikutip Brawer (1986), menyatakan bahwa kesadaran adalah pikiran sadar (pengetahuan) yang mengatur akal, hidup wujud yang sadar, bagian dari sikap/prilaku, yang dilukiskan sebagai gejala dalam alam dan harus dijelaskan berdasarkan prinsip sebab-sebab. Tindakan sebab, pikiran inilah menggugah jiwa untuk membuat pilihan, misalnya memilih baik-buruk, indah-jelek.
Daniel Chiras (Neolaka, 2008) menyatakan bahwa dasar penyebab kesadaran lingkungan adalah etika lingkungan. Etika lingkungan yang sampai saat ini berlaku adalah etika lingkungan yang didasarkan pada sistem nilai yang mendudukkan manusia bukan bagian dari alam, tetapi manusia sebagai penakluk dan pengatur alam. Didalam pendidikan lingkungan hidup, konsep mental tentang manusia sebagai penakluk alam perlu diubah menjadi manusia sebagai bagian dari alam.
Penyebab berkurangan kesadaran lingkungan antara lain:
l  Rendahnya kesadaran akan lingkungan sekitar
l  Tidak tegasnya pemerintah dalam melaksanan peraturan tentang kesadaran lingkungan
l  Perhatian dan usaha penanggulangan lingkungan
l  Peningkatan kesadaran lingkungan
l  Pertisipasi kelompok-kelompok masyarakat
4.        Hubungan Lingkungan dengan Pembangunan
Dalam pembangunan, sumber alam merupakan komponen yang penting karena sumber alam memberikan kebutuhan asasi bagi kehidupan. Faktor seperti keseimbangan ekosistem proyek pembangunan kadang membahayakan bagi kehidupan umat.
Karena peningkatan usaha pembangunan maka akan terjadi pula peningkatan penggunaan sumberdaya untuk menyokong pembangunan dan timbulnya permasalahan – permasalahan dan lingkungan hidup manusia. Dalam pembangunan, sumberdaya alam merupakan komponen yang penting dimana sumberdaya alam ini memberikan kebutuhan azasi bagi kehidupan. Dalam pembangunan sumber alam tadi, hendaknya keseimbangan ekosistem tetap terpelihara. Seringkali karena meningkatnya kebutuhan akan hasil proyek pembangunan, keseimbangan ini bisa terganggu, yang kadang – kadang bisa membahayakan kehidupan umat manusia. Proses pembangunan mempunyai akibat – akibat yang lebih luas terhadap lingkungan hidup manusia, baik akibat langsung maupun akibat sampingan seperti pengurangan sumber kekayaan alam secara kuantitatif dan kualitatif, pencemaran biologis, pencemaran kimiawi, gangguan fisik dan gangguan sosial – budaya.
beberapa hal yang dapat dipertimbangkan dalam mengambil keputusan-keputusan demikian, antara lain adalah kualitas dan kuantitas sumber kekayaan alam yang diketahui dan diperlukan; akibat-akibat dari pengambilan sumber kekayaan alam termasuk kekayaan hayati dan habisnya deposito kekayaan alam tersebut. Bagaiaman cara pengelolaannya apakah secara traditional atau memakai teknologi modern, termasuk pembiayaannya dan pengaruh proyek pada lingkungan terhadap memburuknya lingkungan serta kemungkinan menghentikan perusakan lingkungan dan menghitung biaya-biaya serta alternatif lainnya.
5.        Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup Oleh Proses Pembangunan
Pembangunan Industri merupakan bagian dari pembangunan ekonomi jangka panjang untuk mencapai struktur ekonomi yang semakin seimbang dan sector industri semakin maju dan didukung oleh sector pertanian yang tangguh. Proses industralisasi itu sendiri harus mampu mendorong berkembangnya pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja baru, sumber peningkatan ekspor dan penghematan devisa, penunjang pembangunan daerah dll.
Industrialisasi merupakan pilihan bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, hal tersebut antara lain disebabkan oleh terbatasnya lahan pertanian. Industrialisasi merupakan jawaban terhindarnya tekanan penduduk terhadap lahan pertanian. Kegiatan pembangunan industri menimbulkan dampak-dampak negative diantaranya :
l  Pemandangan yang kurang bagus pada wilayah industri
l  Menimbulkan kebisingan oleh pengoperasian peralatan dan mesin
l  Hasil produksi dapat mempengaruhi pola hidup masyarakat
l  Timbulnya kecemburuan social
Beberapa bentuk kerusakan lingkungan hidup karena faktor manusia:
1)        Terjadinya pencemaran (udara, air, tanah dan suara)
2)        Terjadinya banjir akibat system pembuangan air yang salah
3)        Terjadinya tanah longsor dampak dari rusaknya hutan
4)        Penebangan hutan secara liar
5)        Perburuan liar
6)        Bangunan liar di daerah aliran sungai
Daftar Pustaka
Danusaputro, Munadjat (1985). Hukum Lingkungan. Jakarta: Buku I Umum.
RA. Supriyono, 2002. Sistem Pengendalian Manajemen. Yogyakarta: Liberty Yogykarta.
Neolaka, Amos (1991). Kesadaran Lingkungan Serta Hubungannya dengan Latar Belakang Pendidikan dan Sosial Ekonomi, Analisis Teoritik didasarkan pada Pendekatan Psikologi. Jakarta: Lemlit IKIP Jakarta.
Neolaka, Amos (2008). Kesadaran LingkunganI. Jakarta: PT Rineka Cipta Jakarta.

Kamis, 07 Juni 2018

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PENDUDUK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan sebuah kota sangat erat kaitannya dengan jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut . Penduduk yang banyak dan berkualitas tentunya akan memberikan dampak positif bagi produktifitas dan pertumbuhan ekonomi sebuah kota. Sebaliknya, terlalu banyak penduduk juga dapat membawa beberapa implikasi negatif pada kehidupan masyarakat kota seperti pe ngangguran dan kemiskinan, harga tanah dan perumahan yang sangat mahal, kemacetan lalu lintas dan tingkat kriminalitas kota cendrung terus meningkat , yang pada akhirnya memperbesar biaya pengelolaan kota akibat ekternalitas negatif dari kelebihan penduduk (Sjafrizal, 2012). Penduduk dalam perencanaan pembangunan dan konsep pembangunan berkelanjutan dipandang sebagai modal dasar dan faktor dominan suatu pembangunan . D engan demikian , penduduk harus menjadi titik sentral dalam suatu pembangunan yang berkelanjutan . Karena jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah dan pertumbuhan yang cepat akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Disinilah peran pemer intah kota sangat diharapkan dapat membuat kebijakan yang tepat untuk menyusun perencanaan pembangunan maupun kebijakan kependudukan dalam rangka mengelola jumlah, kualitas dan laju pertumbuhan penduduk yang ideal.2 Ada banyak alasan yang mendorong orang - or ang dan perusahaan - perusahaan menetap di sebuah kota. Di satu sisi, kota mewujudkan kelebihan membuat hidup lebih nyaman seperti kedekatan dengan orang lain, pekerjaan, fasilitas rekreasi dan belanja atau lembaga yang diperlukan untuk hidup dalam ekonomi m odern. Kedekatan yang membantu dalam menghemat waktu setiap hari dan dengan demikian meningkatkan waktu luang serta utilitas pelengkap bagi seseorang dalam kota dan membantu langsung dan tidak langsung meningkatkan produktivitas bagi perusahaan - perusahaan di kota itu. Kelebihan ini terutama diakui sebagai eksternalitas aglomerasi, yang tergantung pada ukuran aglomerasi perkotaan tertentu (Hitzschke, 2011) . S ebaliknya menurut Hitzschke ada pengaruh kuat yang menunjukkan bahwa terlalu banyak penduduk di daerah tertentu menghasilkan eksternalitas negatif serta biaya akibat urbanisasi. Pengaruh yang kuat ini misalnya dengan polusi, penggunaan intensif energi, kebisingan yang disebabkan misalnya oleh lalu li ntas, sewa perkotaan yang tinggi, sehingga menjadi tugas berat yang panjang dan memakan waktu secara terus menerus . Hal ini mempengaruhi produktivitas karena terlalu banyak penduduk dalam kota menghasilkan eksternalitas negatif seperti kemacetan dan kebisi ngan yang menurunkan produktivitas dengan biaya transportasi yang lebih tinggi dan sewa yang lebih tinggi atau gesekan sosial di pasar tenaga kerja. Tentu saja kelebihan ini terjadi pada tingkat tertentu jumlah populasi atau kepadatan populasi. Meskipun ef ek ini juga dapat meningkat di daerah non - perkotaan , mereka sebagian besar terhubung dengan efek urbanisasi. 3 Kota Bukittinggi merupakan salah satu contoh dari beberapa kota di Provinsi Sumatera Barat yang memiliki luas wilayah administrasi yang kecil (±25 ,24 Km 2 ) dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi . Menurut BPS Kota Bukittinggi, p ada tahun 1990 jumlah penduduk Kota Bukittinggi sebesar 83.811 jiwa dan meningkat pada tahun 2000 sebesar 91.983, dengan laju pertumbuhan penduduk periode tahun 1990 - 2000 sebesar 0,97% pertahun (klasifikasi rendah). Angka ini terus bertambah cukup besar hingga pada tahun 2010, jumlah penduduk menjadi sebesar 111.312 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk pada periode 2000 - 2010 sebesar 1,92% pertahun (klasifikasi s edang). Selain itu, adanya harapan untuk hidup lebih baik dengan segala ketersediaan fasilitas perkotaan dan kegiatan ekonomi yang ada, telah membuat Kota Bukittinggi menjadi kota tujuan migrasi penduduk kedua setelah Kota Padang antara penduduk Kabupaten /Kota yang ada di Provinsi Sumatera Barat dan daerah lain . Hal ini telah memberi kan kontribusi besar terhadap pertumbuhan penduduk selain dari pertumbuhan alamiah. Dimana pada hasil Sensus Penduduk tahun 2000 disebutkan sebesar 39,43% , dan meningkat pada S ensus Penduduk tahun 2010 sebesar 41,03% , dari jumlah penduduk Kota Bukittinggi berasal dari penduduk migran masuk dengan status migrasi seumur hidup. Pertumbuhan pembangunan permukiman dan kegiatan - kegiatan perkotaan juga turut mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penduduk. Berdasarkan hasil pengamatan s ampai tahun 2010, penggunaan lahan terbangun Kota Bukittinggi ternyata sudah mencapai ± 35,43% dari luas wilayah kota ( RTRW Kota Bukittinggi Tahun 2010 - 2030 ) , dan jika merujuk kepada standar minimal ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30%, maka hanya 4 tersisa lahan sebesar ± 34,57% yang masih bisa dibangun. Sementara itu s ecara fisik, wilayah Kota Bukittinggi dikelilingi oleh daerah yang memiliki kelerengan yang cukup terjal yaitu dengan keberadaan Ngarai Sianok dan Gunung Singgalang serta Gu nung Marapi, yang menyebabkan daya dukung lahan kota menjadi terbatas. K arakteristik kemiringan lereng Kota Bukittinggi yang sebagian wilayahnya merupakan bukit dan lembah (mencapai 25 % dari l uas kota) juga menjadi penyebab lain terbatasnya daya dukung pengembangan pembangunan di Kota Bukittinggi. Pertumbuhan penduduk yang terjadi di satu sisi telah berimplikasi terhadap produktif itas dan pertumbuhan ekonomi kota selama ini. Pertambahan angka PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Bukittinggi menunjukkan trend positif setiap tahunnya. Dimana pada tahun 2004 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Bukittinggi sebesar Rp. 920.856 juta, dan pada t ahun 2013 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menjadi sebesar Rp. 3.102.680 juta. Namun jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi Kota Bukittinggi sepuluh tahun terakhir tersebut mulai menunjukkan kecendrungan melambat, dimana rata - rata laju pertumbuhan ekonomi Kota Bukittinggi pada periode tahun 2004 - 2008 sebesar 6,19% pertahun, menurun pada periode tahun 2009 - 2013 menjadi 6,09% pertahun. Angka - angka diatas mengindikasikan bahwa ada pengaruh pertumbuhan penduduk dengan kegiatan - kegiatan ekonomi perkotaan yang ada te rhadap produktifitas dan pertumbuhan ekonomi kota. Di sisi lain, jumlah penduduk yang semakin banyak di Kota Bukittinggi juga telah menimbulkan eksternalitas negatif . Munculnya kawasan - kawasan kumuh di sekitar daerah kegiatan ekonomi, kemacetan, harga la han yang semakin 5 tinggi, kriminalitas meningkat, dan lainnya, merupakan bentuk efek eksternalitas negatif yang timbul akibat semakin banyak penduduk. Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan di Kota Bukitt inggi ini sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah atas usulan pemerintah daerah kota dahulunya, yaitu dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1999 tentang Perubahan Batas Wilayah Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam . Gagasan yang pertama kali disampaikan oleh Walikota Bukittinggi pada tahun 1983 yang pada saat itu dijabat oleh Oemar Gafar dianggap sebagai solusi untuk menghindari permasalahan perkotaan yang bisa timbul dikemudian hari akibat jumlah penduduk yang terus bertambah dan untuk m enampung perkembangan pembangunan kota yaitu dengan memperluas wilayah administrasi yang saat ini hanya seluas ± 25,24 Km 2 . Dalam peraturan pemerintah tersebut disebutkan akan memasukkan sebagian wilayah administrasi Kabupaten Agam ke dalam wilayah adminis trasi Kota Bukittinggi. Namun, sejak diterbitkannya sampai saat sekarang, produk hukum yang lahir pada awal era otonomi daerah ini tidak juga kunjung terlaksana akibat konflik dan perdebatan yang terjadi antara pihak masyarakat dan stakeholder kedua belah pihak yang setuju dan tidak setuju peraturan ini untuk dilaksanakan. Fenomena yang terjadi di atas telah mengarah kepada pertanyaa n apakah Kota Bukittinggi saat ini sudah mencapai ukuran optimalnya?. Sejalan dengan pemikiran yang disampaikan oleh Hitzschke (2011) yang menyebutkan pertumbuhan populasi di kota telah mengarah ke peningkatan efek aglomerasi (dalam hal ini eksternalitas positif) , yang kemudian dinetralkan oleh efek negatif 6 dari kelebihan penduduk. P ertimbangan ini jelas mengarah pada ukuran kota optimal. Beberapa ahli seperti Alonso (1971) dan Richardson (1972) sudah sejak lama memunculkan pertanyaan tentang apakah ada ukuran kota optimal. Pertanyaan ini sangat penting artinya dalam menentukan berapa besarnya sebuah kota yang paling efisien seca ra ekonomi, baik ditinjau dari segi dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat kota maupun dari segi kepentingan pembiayaan pengelolaan kota yang dikeluarkan pemerintah kota. Sjafrizal (2012) juga menyebutkan ukuran kota optimal ini sangat pentin g artinya dalam menentukan kebijakan urbanisasi dan pertumbuhan penduduk kota, apakah akan dibatasi atau dibiarkan saja berkembang secara alami. Sedangkan untuk kota dengan jumlah penduduk relatif kecil tentunya urbanisasi dan pertumbuhan penduduk kota seb aiknya dibiarkan saja karena kondisi tersebut dapat menimbulkan dampak positif dalam bentuk meningkatnya keuntungan aglomerasi yang dapat memberikan dampak positif bagi kegiatan ekonomi kota bersangkutan. Oleh karena itu , penelitian ini mencoba mengkaji le bih lanjut mengenai ukuran optimal Kota Bukittinggi dari sudut pandang ekonomi berdasarkan permasalahan pertumbuhan penduduk yang sedang dihadapi Kota Bukittinggi saat ini. Ukuran optimal diperlukan untuk mengetahui seberapa besar ukuran atau jumlah pendud uk Kota Bukittinggi paling efisien secara ekonomi untuk mendukung tercapainya cita - cita pembangunan yaitu mensejahterakan masyarakat . 7 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang, telah memunculkan beberapa pertanyaan yang akan menjadi “ Resear ch Question ” penelitian ini , yaitu : 1. Berapa ukuran optimal untuk Kota Bukittinggi? 2. Pada tahun berapa Kota Bukittinggi mencapai ukuran optimal? 3. Berapa luas lahan yang dibutuhkan berdasarkan ukuran optimal Kota Bukittinggi ? 4. Bagaimana implikasi kebijakan yang harus dilakukan dimasa yang akan datang ? 1.3. Tujuan Penelitian Untuk menjawab pertanyaan penelitian, maka ditetapkan t ujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Meng analisis ukuran optimal Kota Bukittinggi dari sudut pandang ekonomi . 2. Menganalisis proyeksi penduduk Kota Bukittinggi mencapai ukuran optimal. 3. Menganalisis perkiraan luas lahan yang dibutuhkan berdasarkan ukuran optimal. 4. Merumuskan implikasi kebijakan yang sesuai dengan hasil temuan penelitian . 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat dari sisi metodologis Hasil pencapaian tujuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan demi pengembangan metodologi kedepannya. 8 2. Manfaat dari sisi teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori ukuran kota ( city size ) khususnya untuk penerapan pada kota tunggal . 3. Manfaat dari sisi kebijakan Manfaat utama dari hasil penelitian ini adalah dapat dijadikan sebagai salah satu masukan bagi stakeholder Kota Bukittinggi dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan kependudukan dan produk perencanaan pembangu nan lainnya di masa yang akan datang . S e kaligus hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan bagi stakeholder Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam dalam meninjau kembali kelanjutan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1999 tentang Perubahan Batas Wilayah Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Secara spasial, ruang lingkup penelitian dibatasi kepada daerah administrasi Kota Bukittinggi. Sedangkan secara substansial, r uang lingkup p enelitian dibatasi pada analisis ukuran kota optimal untuk kota tunggal, dengan batasan pembahasan sebagai berikut : 1. Pendekatan yang digunakan dalam pengukuran ukuran kota optimal Kota Bukittinggi yaitu Pendekatan Manfaat Bersih Maksimum . Pendekatan ini didasari oleh model teori yang dikembangkan oleh Alons o (1971) dan Richardson (1983) dalam penentuan ukuran kota optimal. Penekanan pada pendekatan ini adalah ukuran kota optimal terbentuk dari sudut pandang 9 warga , dimana ukuran optimal terdapat pada perbedaan positif maksimum antara manfaat dan biaya rata - ra ta yang dapat dicapai atau disebut dengan manfaat bersih maksimum ( maximum net benefit ) . 2. Indikator Jumlah Penduduk/Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua orang yang berdomisili di suatu wilayah geografis (dalam hal ini Kota Bukittinggi) selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap. 3. Indikator Manfaat Bersih Maksimum merupakan nilai selisih antara PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Per Kapita dengan nilai Pengeluaran Total Pemerint ah Daerah Per Kapita. 4. Data yang digunakan dalam menilai ukuran optimal Kota Bukittinggi ini merupakan data dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2013. Hal ini dengan pertimbangan d ata PDRB tahun 2014 tidak dapat digunakan di karena kan Badan Pusat Statistik te lah melakukan perubahan klasifikasi lapangan usaha dalam perhitungan PDRB yang berpengaruh terhadap nilai perolehan perhitungan PDRB. Perhitungan PDRB tahun 2014 sudah menggunakan 17 klasifikasi lapangan usaha dengan tahun dasar yang digunakan tahun 2010, sedangkan sebelum tahun 2014 perhitungan PDRB masih menggunakan 9 klasifikasi lapangan usaha dengan tahun dasar yang digunakan tahun 2000 . 1.6. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut: 10 BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menjelaskan latar belakang dan perumusan masalah dari penelitian ini. Kemudian dilanjutkan dengan tujuan, manfaat dan ruang lingkup penelitian serta sistematika pembahasan . BAB II : TINJAUAN LITERATUR Tinjauan literatur diawali dengan pembahasan tentang teori ukuran kota optimal yang disampaikan oleh Alonso dan Richardson yang menjadi dasar te ori penelitian ini. Dilanjutkan dengan tinjauan literatur mengenai kependudukan, PDRB, dan penganggaran keuangan daerah . Pada bab ini juga diurai kan h asil penelitian sebelumnya yang rele v an dengan penelitian ini , kerangka pemikiran penelitian, dan diakhiri oleh hipotesa penelitian . BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Bab ini dibahas mengenai jenis penelitian, daerah lokasi penelitian, dilanjutkan dengan pendekatan dan indikator yang akan digunakan dalam penilaian ukuran kota optimal , data dan sumber data, metod e analisis ukuran kota optimal , metode analisis proyeksi penduduk Kota Bukittinggi mencapai ukuran optimal, dan diakhiri dengan metode analisis perkiraan luas lahan yang dibutuhkan berdasarkan ukuran optimal . BAB IV : GAMBARAN UMUM KOTA BUKITTINGGI Gambaran umum Kota Bukittinggi diawali dengan pembahasan wilayah administrasi, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan penggunaan lahan, daya dukung pengembangan lahan dan daya 11 tampung kota. Selanjutnya akan diuraikan kondisi perkembangan kependudukan, perkembangan ekonomi Kota Bukittinggi ditinjua dari PDRB, dan diakhiri dengan kondisi perkembangan pengeluaran pemerintah Kota Bukittinggi. BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil temuan dari analisis yang dilakukan, yaitu analisis ukura n optimal Kota Bukittinggi, analisis proyeksi penduduk Kota Bukittinggi mencapai ukuran optimal, dan analisis perkiraan luas lahan yang dibutuhkan berdasarkan ukuran optimal. Pembahasan diakhiri dengan memberikan alternatif - alternatif kebijakan dari hasil temuan sebelumnya. BAB V I : KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab berisi kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan saran bagi pihak - pihak yang berkepentingan dengan hasil temuan penelitian ini .