Kamis, 07 Juni 2018
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PENDUDUK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan sebuah
kota
sangat erat kaitannya dengan
jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut
.
Penduduk yang
banyak dan berkualitas tentunya akan memberikan dampak positif bagi
produktifitas dan pertumbuhan ekonomi sebuah kota. Sebaliknya, terlalu banyak
penduduk juga
dapat membawa beberapa implikasi negatif pada kehidupan
masyarakat kota seperti pe
ngangguran dan kemiskinan, harga tanah dan
perumahan yang sangat mahal, kemacetan lalu lintas dan tingkat kriminalitas kota
cendrung terus meningkat
, yang pada akhirnya memperbesar biaya pengelolaan
kota akibat ekternalitas negatif dari kelebihan penduduk
(Sjafrizal, 2012).
Penduduk dalam perencanaan pembangunan dan konsep pembangunan
berkelanjutan dipandang sebagai modal dasar dan faktor dominan
suatu
pembangunan
.
D
engan demikian
,
penduduk harus menjadi titik sentral dalam
suatu
pembangunan
yang
berkelanjutan
. Karena jumlah penduduk yang besar
dengan kualitas rendah dan pertumbuhan yang cepat akan memperlambat
tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan
daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Disinilah peran
pemer
intah kota
sangat
diharapkan dapat membuat kebijakan
yang tepat
untuk
menyusun
perencanaan pembangunan maupun kebijakan kependudukan dalam rangka
mengelola jumlah, kualitas dan laju pertumbuhan penduduk yang ideal.2
Ada banyak alasan yang mendorong orang
-
or
ang dan perusahaan
-
perusahaan menetap di sebuah kota. Di satu sisi, kota mewujudkan kelebihan
membuat hidup lebih nyaman seperti kedekatan dengan orang lain, pekerjaan,
fasilitas rekreasi dan belanja atau lembaga yang diperlukan untuk hidup dalam
ekonomi m
odern. Kedekatan yang membantu dalam menghemat waktu setiap hari
dan dengan demikian meningkatkan waktu luang serta utilitas pelengkap bagi
seseorang dalam kota dan membantu langsung dan tidak langsung meningkatkan
produktivitas bagi perusahaan
-
perusahaan
di kota itu. Kelebihan ini terutama
diakui sebagai eksternalitas aglomerasi, yang tergantung pada ukuran aglomerasi
perkotaan tertentu
(Hitzschke, 2011)
.
S
ebaliknya
menurut
Hitzschke
ada
pengaruh kuat
yang menunjukkan
bahwa terlalu banyak penduduk di daerah tertentu menghasilkan eksternalitas
negatif serta biaya
akibat
urbanisasi.
Pengaruh yang kuat
ini misalnya dengan
polusi, penggunaan intensif energi, kebisingan yang disebabkan misalnya oleh
lalu li
ntas, sewa perkotaan yang tinggi,
sehingga menjadi
tugas
berat yang
panjang
dan
memakan waktu
secara terus menerus
.
Hal ini
mempengaruhi
produktivitas karena terlalu banyak penduduk dalam kota menghasilkan
eksternalitas negatif seperti kemacetan dan kebisi
ngan yang menurunkan
produktivitas dengan biaya transportasi yang lebih tinggi dan sewa yang lebih
tinggi atau gesekan sosial di pasar tenaga kerja. Tentu saja kelebihan ini terjadi
pada tingkat tertentu
jumlah
populasi atau
kepadatan
populasi.
Meskipun ef
ek ini
juga dapat meningkat di daerah non
-
perkotaan
,
mereka sebagian besar terhubung
dengan efek urbanisasi.
3
Kota Bukittinggi merupakan salah satu contoh dari beberapa kota di
Provinsi Sumatera Barat yang
memiliki luas wilayah administrasi yang kecil
(±25
,24 Km
2
)
dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi
.
Menurut BPS
Kota Bukittinggi, p
ada tahun
1990
jumlah penduduk Kota Bukittinggi
sebesar
83.811 jiwa dan
meningkat pada
tahun 2000 sebesar
91.983, dengan laju
pertumbuhan penduduk periode tahun
1990
-
2000 sebesar 0,97% pertahun
(klasifikasi rendah). Angka ini terus bertambah cukup besar hingga pada tahun
2010, jumlah penduduk menjadi sebesar 111.312 jiwa, dengan laju pertumbuhan
penduduk pada periode 2000
-
2010 sebesar 1,92% pertahun (klasifikasi s
edang).
Selain itu,
adanya harapan untuk hidup lebih baik dengan segala
ketersediaan fasilitas perkotaan dan kegiatan ekonomi yang ada, telah membuat
Kota Bukittinggi menjadi kota tujuan migrasi penduduk kedua setelah Kota
Padang antara penduduk Kabupaten
/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Barat
dan daerah lain
. Hal ini
telah
memberi
kan
kontribusi
besar terhadap
pertumbuhan
penduduk selain
dari
pertumbuhan alamiah.
Dimana
pada hasil
Sensus Penduduk
tahun 2000
disebutkan
sebesar 39,43%
,
dan meningkat pada S
ensus Penduduk
tahun 2010 sebesar 41,03%
,
dari
jumlah penduduk Kota Bukittinggi
berasal dari
penduduk migran masuk dengan status migrasi seumur hidup.
Pertumbuhan
pembangunan permukiman dan kegiatan
-
kegiatan perkotaan
juga
turut
mengalami
peningkatan
seiring dengan pertumbuhan penduduk.
Berdasarkan hasil pengamatan s
ampai tahun 2010,
penggunaan lahan terbangun
Kota
Bukittinggi
ternyata
sudah mencapai
±
35,43%
dari luas wilayah kota
(
RTRW Kota Bukittinggi Tahun 2010
-
2030
)
, dan jika merujuk kepada standar
minimal ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30%, maka hanya
4
tersisa lahan sebesar
±
34,57% yang masih bisa dibangun.
Sementara
itu
s
ecara
fisik, wilayah
Kota Bukittinggi
dikelilingi oleh
daerah
yang memiliki kelerengan
yang cukup terjal
yaitu
dengan
keberadaan Ngarai Sianok dan Gunung Singgalang
serta
Gu
nung Marapi,
yang
menyebabkan
daya dukung
lahan kota
menjadi
terbatas.
K
arakteristik kemiringan lereng Kota Bukittinggi yang sebagian
wilayahnya merupakan bukit dan lembah (mencapai 25 % dari l
uas kota)
juga
menjadi penyebab
lain
terbatasnya daya dukung pengembangan
pembangunan di
Kota
Bukittinggi.
Pertumbuhan
penduduk
yang
terjadi di satu sisi telah berimplikasi terhadap
produktif
itas
dan pertumbuhan ekonomi kota selama ini. Pertambahan angka
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Bukittinggi menunjukkan
trend
positif
setiap tahunnya. Dimana pada tahun 2004 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota
Bukittinggi sebesar Rp. 920.856 juta, dan pada t
ahun 2013 PDRB Atas Dasar
Harga Berlaku menjadi sebesar Rp. 3.102.680 juta. Namun jika dilihat dari
pertumbuhan ekonomi Kota Bukittinggi sepuluh tahun
terakhir
tersebut
mulai
menunjukkan kecendrungan melambat, dimana rata
-
rata laju pertumbuhan
ekonomi Kota
Bukittinggi pada periode tahun 2004
-
2008 sebesar 6,19% pertahun,
menurun pada periode tahun 2009
-
2013 menjadi 6,09% pertahun.
Angka
-
angka
diatas mengindikasikan bahwa ada pengaruh pertumbuhan penduduk
dengan
kegiatan
-
kegiatan ekonomi perkotaan yang ada
te
rhadap produktifitas
dan
pertumbuhan ekonomi
kota.
Di sisi lain, jumlah penduduk yang semakin banyak di Kota Bukittinggi
juga
telah menimbulkan
eksternalitas negatif
.
Munculnya kawasan
-
kawasan
kumuh di
sekitar
daerah kegiatan ekonomi, kemacetan, harga la
han yang semakin
5
tinggi, kriminalitas meningkat, dan lainnya, merupakan bentuk efek eksternalitas
negatif yang timbul akibat semakin banyak penduduk.
Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan pertumbuhan penduduk
dan keterbatasan lahan di Kota Bukitt
inggi ini sebenarnya sudah dilakukan oleh
pemerintah atas usulan pemerintah daerah kota dahulunya, yaitu dengan
mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1999 tentang Perubahan
Batas Wilayah Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam
.
Gagasan yang pertama
kali disampaikan oleh Walikota Bukittinggi pada tahun 1983 yang pada saat itu
dijabat oleh Oemar Gafar
dianggap sebagai solusi untuk menghindari
permasalahan perkotaan yang bisa timbul
dikemudian hari
akibat jumlah
penduduk
yang terus bertambah
dan untuk m
enampung perkembangan
pembangunan kota
yaitu dengan memperluas wilayah administrasi yang saat ini
hanya seluas
± 25,24 Km
2
.
Dalam peraturan pemerintah tersebut disebutkan akan
memasukkan sebagian wilayah administrasi Kabupaten Agam ke dalam wilayah
adminis
trasi Kota Bukittinggi.
Namun, sejak diterbitkannya sampai saat sekarang,
produk hukum yang lahir pada awal era otonomi daerah ini tidak juga kunjung
terlaksana akibat konflik dan perdebatan yang terjadi antara pihak masyarakat dan
stakeholder
kedua belah
pihak yang setuju dan tidak setuju peraturan ini untuk
dilaksanakan.
Fenomena yang terjadi di atas telah mengarah kepada pertanyaa
n apakah
Kota Bukittinggi saat ini
sudah mencapai ukuran optimalnya?.
Sejalan dengan
pemikiran yang disampaikan oleh
Hitzschke
(2011)
yang
menyebutkan
pertumbuhan populasi di kota
telah
mengarah ke peningkatan efek aglomerasi
(dalam hal ini eksternalitas positif)
, yang kemudian dinetralkan oleh efek negatif
6
dari kelebihan penduduk.
P
ertimbangan ini jelas mengarah pada ukuran kota
optimal.
Beberapa ahli seperti Alonso (1971) dan Richardson (1972) sudah sejak
lama memunculkan pertanyaan tentang apakah ada ukuran kota optimal.
Pertanyaan ini sangat penting artinya dalam menentukan berapa besarnya sebuah
kota yang paling efisien seca
ra ekonomi, baik ditinjau dari segi dampak terhadap
kehidupan sosial ekonomi masyarakat kota maupun dari segi kepentingan
pembiayaan pengelolaan kota yang dikeluarkan pemerintah kota.
Sjafrizal (2012) juga menyebutkan ukuran kota optimal ini sangat pentin
g
artinya dalam menentukan kebijakan urbanisasi dan pertumbuhan penduduk kota,
apakah akan dibatasi atau dibiarkan saja berkembang secara alami. Sedangkan
untuk kota dengan jumlah penduduk relatif kecil tentunya urbanisasi dan
pertumbuhan penduduk kota seb
aiknya dibiarkan saja karena kondisi tersebut
dapat menimbulkan dampak positif dalam bentuk meningkatnya keuntungan
aglomerasi yang dapat memberikan dampak positif bagi kegiatan ekonomi kota
bersangkutan.
Oleh karena itu
,
penelitian ini mencoba mengkaji le
bih lanjut mengenai
ukuran optimal Kota Bukittinggi dari sudut pandang ekonomi berdasarkan
permasalahan
pertumbuhan penduduk
yang sedang dihadapi Kota Bukittinggi saat
ini. Ukuran optimal diperlukan untuk mengetahui seberapa besar ukuran
atau
jumlah pendud
uk
Kota Bukittinggi
paling efisien secara ekonomi
untuk
mendukung tercapainya cita
-
cita pembangunan
yaitu mensejahterakan
masyarakat
.
7
1.2.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang, telah memunculkan beberapa
pertanyaan yang
akan menjadi
“
Resear
ch Question
”
penelitian
ini
,
yaitu
:
1.
Berapa
ukuran
optimal
untuk
Kota Bukittinggi?
2.
Pada tahun berapa Kota Bukittinggi mencapai ukuran optimal?
3.
Berapa luas
lahan
yang dibutuhkan
berdasarkan ukuran optimal Kota
Bukittinggi
?
4.
Bagaimana
implikasi
kebijakan
yang
harus dilakukan dimasa yang akan
datang
?
1.3.
Tujuan Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan penelitian, maka
ditetapkan
t
ujuan
dari
penelitian ini
yaitu
:
1.
Meng
analisis
ukuran
optimal
Kota Bukittinggi
dari sudut pandang ekonomi
.
2.
Menganalisis
proyeksi penduduk
Kota Bukittinggi mencapai ukuran optimal.
3.
Menganalisis
perkiraan
luas
lahan
yang dibutuhkan berdasarkan ukuran
optimal.
4.
Merumuskan
implikasi
kebijakan
yang sesuai dengan hasil temuan
penelitian
.
1.4.
Manfaat
Penelitian
Manfaat yang
diharapkan
dari
hasil penelitian ini
adalah
sebagai berikut:
1.
Manfaat dari sisi metodologis
Hasil pencapaian tujuan penelitian ini
diharapkan
dapat memberikan
sumbangan demi pengembangan metodologi kedepannya.
8
2.
Manfaat dari sisi teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
pengembangan teori
ukuran kota (
city size
)
khususnya untuk penerapan pada
kota tunggal
.
3.
Manfaat dari sisi
kebijakan
Manfaat utama dari hasil penelitian ini adalah dapat dijadikan sebagai salah
satu masukan bagi
stakeholder
Kota Bukittinggi
dalam
membuat kebijakan
yang berhubungan dengan
kependudukan
dan
produk perencanaan
pembangu
nan lainnya di masa yang akan datang
.
S
e
kaligus
hasil penelitian
ini
diharapkan
bisa
menjadi bahan pertimbangan bagi
stakeholder
Kota
Bukittinggi dan Kabupaten Agam dalam
meninjau kembali kelanjutan
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1999 tentang Perubahan
Batas Wilayah Kota
Bukittinggi dan Kabupaten Agam.
1.5.
Ruang
Lingkup
Penelitian
Secara spasial, ruang lingkup penelitian dibatasi kepada daerah
administrasi Kota Bukittinggi. Sedangkan secara substansial, r
uang lingkup
p
enelitian
dibatasi pada
analisis
ukuran kota
optimal
untuk kota tunggal,
dengan
batasan
pembahasan
sebagai berikut :
1.
Pendekatan yang digunakan dalam pengukuran ukuran kota optimal
Kota
Bukittinggi
yaitu
Pendekatan
Manfaat Bersih
Maksimum
. Pendekatan ini
didasari oleh model teori yang dikembangkan oleh Alons
o (1971) dan
Richardson (1983) dalam penentuan ukuran kota optimal. Penekanan pada
pendekatan ini adalah ukuran kota optimal terbentuk dari sudut pandang
9
warga
,
dimana
ukuran optimal terdapat pada
perbedaan positif maksimum
antara manfaat dan biaya rata
-
ra
ta yang
dapat
dicapai atau disebut dengan
manfaat bersih maksimum (
maximum net benefit
)
.
2.
Indikator
Jumlah Penduduk/Populasi
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
semua orang yang berdomisili di suatu wilayah geografis (dalam hal
ini Kota Bukittinggi)
selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang
berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap.
3.
Indikator
Manfaat Bersih Maksimum
merupakan nilai selisih antara PDRB
Atas Dasar Harga Berlaku Per Kapita dengan nilai Pengeluaran Total
Pemerint
ah Daerah Per Kapita.
4.
Data yang digunakan dalam menilai ukuran optimal Kota Bukittinggi
ini
merupakan data dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2013.
Hal ini dengan
pertimbangan d
ata PDRB tahun 2014 tidak dapat digunakan
di
karena
kan
Badan Pusat Statistik
te
lah
melakukan perubahan klasifikasi lapangan usaha
dalam perhitungan PDRB yang berpengaruh terhadap nilai perolehan
perhitungan PDRB. Perhitungan PDRB tahun 2014
sudah menggunakan 17
klasifikasi lapangan usaha
dengan tahun dasar yang digunakan tahun 2010,
sedangkan sebelum tahun 2014
perhitungan
PDRB masih menggunakan 9
klasifikasi lapangan usaha
dengan tahun dasar yang digunakan tahun 2000
.
1.6.
Sistematika Pembahasan
Sistematika
pembahasan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
10
BAB I
:
PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menjelaskan latar belakang dan perumusan
masalah dari penelitian ini. Kemudian dilanjutkan dengan tujuan,
manfaat dan ruang lingkup penelitian serta sistematika
pembahasan
.
BAB II
:
TINJAUAN LITERATUR
Tinjauan literatur diawali dengan
pembahasan tentang
teori
ukuran
kota optimal yang disampaikan oleh Alonso dan Richardson yang
menjadi dasar te
ori penelitian ini. Dilanjutkan dengan
tinjauan
literatur mengenai kependudukan, PDRB, dan penganggaran
keuangan daerah
. Pada bab ini juga diurai
kan
h
asil penelitian
sebelumnya
yang rele
v
an dengan penelitian ini
, kerangka
pemikiran
penelitian,
dan
diakhiri oleh hipotesa penelitian
.
BAB III
:
METODOLOGI
PENELITIAN
Bab ini
dibahas mengenai jenis penelitian, daerah lokasi penelitian,
dilanjutkan
dengan
pendekatan dan indikator
yang akan digunakan
dalam penilaian ukuran kota optimal
,
data dan sumber data, metod
e
analisis
ukuran kota optimal
,
metode analisis proyeksi penduduk
Kota Bukittinggi mencapai ukuran optimal, dan diakhiri dengan
metode analisis perkiraan luas lahan yang dibutuhkan berdasarkan
ukuran optimal
.
BAB IV
:
GAMBARAN UMUM KOTA BUKITTINGGI
Gambaran
umum Kota Bukittinggi diawali dengan pembahasan
wilayah administrasi, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan
penggunaan lahan, daya dukung pengembangan lahan dan daya
11
tampung kota. Selanjutnya akan diuraikan kondisi perkembangan
kependudukan, perkembangan
ekonomi Kota Bukittinggi ditinjua
dari PDRB, dan diakhiri dengan kondisi perkembangan pengeluaran
pemerintah Kota Bukittinggi.
BAB
V
:
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil temuan dari analisis yang
dilakukan, yaitu analisis ukura
n optimal Kota Bukittinggi, analisis
proyeksi penduduk Kota Bukittinggi mencapai ukuran optimal, dan
analisis perkiraan luas lahan yang dibutuhkan berdasarkan ukuran
optimal. Pembahasan diakhiri dengan memberikan alternatif
-
alternatif kebijakan dari hasil
temuan sebelumnya.
BAB V
I
:
KESIMPULAN
DAN SARAN
Pada bab
berisi
kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan saran
bagi pihak
-
pihak yang berkepentingan dengan hasil temuan
penelitian ini
.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar